Inggit Garnasih Ibu Negara Indonesia Pertama
“Sebagai istri yang menyokong
suaminya dalam pergerakan inggit bukanlah sekedar ibu rumah tangga, sosoknya
inspirasi bagi sukarno”ucar Tito (ahli waris Inggit Garnasih).
Lalu siapakah Inggit Garnasih.? Tentu
semua orang sudah paham dan mengetahui siapa beliau. Seorang perempuan yang
cantik parasnya lahir di desa Kemasan 17 Februari 1888 Kecamatan Banjar
kebupaten Bandung Jawa Barat. Gadis tercantik diantara teman-teman seusianya bahkan
pada saat itu ada lelucon “Mendapat Senyuman dari Garnasih ibarat mendapat uang
seringgit” kutipaan buku Biografi Inggit
Sukarno:Perempuan dalam hidup sukarno karya Reni Nuryarti 2007.
Pertemuan Sukarno dan Inggit berawal
dari surat tokoh pergerakan nasional, Tjokroaminoto pada tahun 1921. Dalam
surat tersebut dijelaskan bahwa Sukarno yang akan bersekolah di Techniche
Hoogoeschool (yang sekarang kita kenal dengan ITB) agar dapat tinggal dirumah
Ibu Inggit. Pada saat itu Inggit memiliki seorang suami H.Sanoesi yang kemudian
ia memberikan kamar depan rumah mereka untuk ditinggali oleh Sukarno, juga pada
saat itu Sukarno beristrikan Siti Oetari yang tak lain ialah putri dari
Tjokroaminoto sendiri. Berjalannya waktu saat itu Inggit melihat perbedaan
dunia yang jauh antara Sukarno dan Oetari dimana “yang seorang kekanan, yang
seorang kekiri, yang seorang sibuk membaca, belajar bertekun yang seorang main
simbang (permainan tradisional) atau main lompat-lompatan di depan halaman
rumah” ujar Inggit dalam nukilan Istri-Istri Sukarno Karya Reni Nuryanti 2007. Menurut
saya bahwa Sukarno tentu membutuhkan teman diskusi, lawan bicara politik juga
kawan seperjuangan dan ini didapatkannya bersama Ibu Inggit tak heran jika
dalam buku biografi Inggit Sukarno kita dapat membaca bahwa terkadang sukarno
dan Inggit selalu bercengkrama bahkan hinggah tengah malam dari sinilah mulai
tumbuh benih benih cinta. Tepat pada tanggal 24 Maret 1923 Sukarno resmi
melamar Inggit pada H.Sanoesi usai masa Iddah. Demikian sekilas mengenai
pertemuan seorang Bung karno dengan Ibu Inggit Garnasih.
Ditengah keriuhan rentetan dan
kepadatan acara Tribute to Sukarno yang diselenggrakan pada tanggal 30
September 2016 di Rumah Ibu Inggit Garnasih, Bandung Jawa Barat oleh kaum muda
sukarnois sebagai wujud kekaguman dan cinta akan segenap pemikiran-pemikiran
revolusioner putra Sang Fajar. Dalam perhelatan tersebut disuguhi dengan musik
tradisional, tari-tarian, prolog dan diskusi kebangsaan. Sesi yang sangat menarik
perhatian saya dimana seorang wanita bernama ( datang membawa nampan ditangan
melangkah dengan pasti penuh hati seirama mengikuti alunan musik yang dimainkan
hingga sampai didalam tenda acara. Seorang wanita yang mengenakan kebaya
bermotif bunga-bunga yang melambangkan keanggunan serta kecantikan ibu Inggit.
Sebuah tarian yang menceritakan perjuangan dan perjalanan Ibu Inggit dimasa
perjuangan Sukarno mengusir penjajah di tanah air. Diatas nampan tersebut terdapat
kopiah yang tak lain melambangkan Sukarno, sejumlah dupa yang dibakar. Setiap
gerakan yang dilakukan oleh penari seperti melepas gelang,anting, kalung dan
perhiasan lainnya lalu meletakkannya diatas nampan. Menurut saya ini
melambangkan bahwa semasa hidup Ibu inggit ia menyerahkan seluruh hidupnya,
harta dan seluruh yang dimiliki adalah hanya untuk Sukarno seorang juga
membantu seluruh perjuangan yang hendak dilakukan oleh Sukarno dalam
mencerdaskan dan mengusir para penjajah diatas air. Semua dilakukan tanpa
pamrih penuh ikhlas dan senyum yang indah tersirat dari setiap ketukan nada dan
gerakan yang dilakukan oleh penari.
Hal tersebut juga ditambahkan oleh
Bung Tito saat selesai diskusi “dalam masa hidupnya Inggit bekerja keras
mencari uang denga usaha kecil-kecilan seperti menjual bedak racikannya sendiri
dan juga jamu. Ibu inggit sosok yang tegar justru dialah yang menjadi tulang
punggung sehari-hari dalam rumah tangga juga membantu pergerakan Sukarno dalam
kegiatan politik”. Seorang perempuan hebat yang tidak pamrih dan mengenal kata
lelah dalam membantu dan menjadi kawan perjuangan Sukarno. Sifatnya yang sangat
berdikari ini wajib dicontoh dan diteladani oleh segenap wanita-wanita
Indonesia. Berhenti untuk terus berharap dan menggantungkan hidup kepada orang
lain, berhenti untuk mengeluh akan sulitnya menjalani kehidupan, berhenti untuk
mengatakan kata menyerah sebab kalimat-kalimat tersebut jauh dari mindsetnya
seorang Inggit Garnasih. Akhir kata, kita sebagai generasi muda agar tidak
melupakan sejarah jasa-jasa Ibu Inggit terkhusus bagi kaum wanita mampu
meneladani sikap dan perjuangan beliau dapat dijadikan cermin kehidupan
generasi sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar